Kawasan-berikat.com Mendukung Fasilitas Kawasan Berikat

Kawasanberikat.com mendukung fasilitas kawasan berikat dengan cara : 

a. Menyediakan informasi mengenai kawasan berikat, it inventory dan cctv yang dibutuhkan

b. Siap membantu pengusaha yang membutuhkan it inventory maupun CCTV 

c. Memberikan pelayanan training system IT Inventory

Kawasan-berikat.com menyediakan keperluan system IT Inventory Bea Cukai seperti :

Kawasan Berikat (KB),Gudang Berikat (GB), Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan Pusat Logistik Berikat (PLB)

Keuntungan menggunakan system IT Inventory kami : Data lebih aman karena menggunakan portal sendiri dan tidak di gabungkan dengan portal perusahaan lain, Tersedia backup recovery system, Pendampingan langsung saat Bea dan Cukai inspeksi IT Inventory, Kami selalu siap membantu pemeriksaan data dan memberikan solusi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan user, Dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan perusahaan anda misalnya terkoneksi dengan system lain seperti SAP ataupun system internal perusahaan, dll

IT Inventory iCore sudah digunakan dan dipercaya oleh perusahaan-perusahaan manufaktur seperti:

PT. Gabry Indo Italy, PT. Biota Laut Ganggang, PT. Baiksan Indonesia, PT. Mahasu Muchtafera International, PT. Kukdong International, PT. Univers Sewing Indonesia, PT. Jaya Interlining Indonesia, PT. Sky Energy Indonesia,Tbk dan lain lain

software IT Inventory (iCore v1.5.0) untuk Gudang Berikat (GB) sesuai Peraturan Menteri Keuangan NOMOR 155/PMK.04/2019 tentang Gudang Berikat yang dapat membantu perusahaan anda beroperasi optimum dan memenuhi Regulasi Bea dan Cukai. 

Adapun keuntungan menggunakan iCore v1.5.0 : Data lebih aman karena menggunakan portal sendiri dan tidak di gabungkan dengan portal perusahaan lain, Tersedia backup recovery system, Pendampingan langsung saat Bea dan Cukai inspeksi IT Inventory, Kami selalu siap membantu pemeriksaan data dan memberikan solusi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan user, Dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan perusahaan Anda misalnya terkoneksi dengan system lain seperti SAP ataupun system internal perusahaan.

Perdagangan bebas (free trade) adalah konsep teoritis yang mengandaikan berlakunya sistem perdagangan internasional yang dibebaskan dari hambatan yang disebabkan oleh ketentuan pemerintah suatu negara, baik yang disebabkan oleh pengenaan tarif (tariff barriers) maupun nir-tarif (bukan tarif / non-tariff bariers) (Heri Muliono : 2001). Skema free trade memiliki potensi untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi negara lebih cepat dan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak terkecuali untuk Indonesia.

Free trade merupakan pengembangan dari teori yang dikemukakan oleh Adam Smith “The Wealth of Nation (1776)” yang intinya menyebutkan bahwa satu negara/bangsa dikatakan sejahtera jika ada surplus (dana lebih) antara anggaran negara dan konsumsi masyarakatnya. Juga sebaliknya, negara dikatakan miskin/belum sejahtera jika anggaran negaranya defisit. Untuk memperoleh surplus anggaran, maka negara tersebut dituntut menaikkan produksi barangnya dan menjualnya ke luar negeri (karena jika hanya dijual di dalam negeri tidak akan menambah pendapatan). Agar barang produksinya dapat beredar di negara lain, maka diperlukan kemudahan dalam tarif/bea masuk dan keluar barang (ekspor-impor) serta efisiensi dalam produksi. Terbuka lebarnya lalu lintas investasi dan ekspor barang, berimplikasi pada meningkatnya lapangan pekerjaan dan pendapatan masyarakat.

Pada tahun 2000 Kota Sabang telah ditetapkan sebagai Kawasan Bebas. Menyusul kemudian Batam, Bintan, dan Karimun pada 1 April 2009. Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai. Fasilitas PPN yang diberikan terkait penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi PPN tidak dipungut dan PPN dibebaskan. Perbedaan perlakuan dengan daerah lain ini menuntut Kawasan Bebas memiliki batas-batas yang jelas berikut pengawasan atas fasilitas yang telah diberikan.

Pada tahun 2012 Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Tata Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 16B ayat (1) huruf a UU PPN dan Pasal 115A ayat (2) UU Kepabeanan.

Sebagai pelaksanaan PP 10 Tahun 2012 pada 23 November 2017, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Nomor PMK-171/PMK.03/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-62/PMK.03/2012 Tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas. Beleid yang berlaku 30 hari sejak tanggal diundangnya tersebut mengatur lebih tegas dan jelas pemberian fasilitas PPN dibebaskan atas penyerahan JKP ke Kawasan Bebas. 

Fasilitas PPN atas Penyerahan Jasa 

JKP yang dimanfaatkan di Kawasan Bebas pada dasarnya dapat berasal dari tempat lain di dalam Daerah Pabean atau Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus atau pun dari Pengusaha yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Kawasan Bebas. 

Beberapa poin perubahan terkait dengan penyerahan JKP ke Kawasan Bebas telah diperjelas dan dipertegas dalam PMK-171 Tahun 2017, khususnya terkait dengan fasilitas PPN dibebaskan. Setiap jasa yang diterima perusahaan di Kawasan Bebas dari perusahaan di luar Kawasan Bebas dikenakan PPN. Penyerahan JKP di Kawasan Bebas memperoleh fasilitas PPN di bebaskan terbatas hanya jika Pengusaha yang menyerahkan JKP bertempat tinggal atau berkedudukan di Kawasan Bebas. 

Sementara itu, terkait dengan fasilitas PPN tidak dipungut yang melekat pada penyerahan JKP Tertentu tidak ada perubahan sama sekali. Dari mana pun asal Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan JKP Tertentu fasilitas PPN tidak dipungut tetap dapat diberikan. Terkait penyerahan JKP Tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP 69 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-193/PMK.03/2015) yang terpisah.

Dalam aturan sebelumnya (PMK-62 Tahun 2012) dijelaskan, penyerahan JKP dari tempat lain di dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yang penyerahannya tidak dilakukan di Kawasan Bebas, dikenai PPN. Begitupun atas penyerahan JKP dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas yang penyerahannya tidak dilakukan di Kawasan Bebas, dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Atau dengan kata lain diberikan atau tidaknya fasilitas PPN dibebaskan tergantung di mana JKP diserahkan tanpa mempertimbangkan dari mana JKP tersebut berasal. Jika JKP diserahkan di dalam Kawasan Bebas maka fasilitas PPN dibebaskan dapat diberikan, dan sebaliknya jika diserahkan di luar Kawasan Bebas maka penyerahan JKP tersebut terutang PPN.

Kapan saat terjadinya penyerahan JKP telah diatur dalam Pasal 17 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012. Penyerahan JKP terjadi pada saat (a) harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; (b) kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui; (c) dan mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak.

Dalam pelaksanaannya penerapan Pasal 10 ayat (5) dan (6) PMK-62 Tahun 2012 seperti Penulis uraikan di atas seringkali menimbulkan salah tafsir di antara wajib pajak sendiri (penerima dan pemberi JKP) ataupun antara wajib pajak dengan Fiskus. Pengawasan kapan terjadinya penyerahan JKP tidak serta merta dapat dilakukan oleh Fiskus. Sebagai penutup Penulis meyakini sebuah peraturan perundang-undangan yang baik seyogyanya tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda, mudah dalam pelaksanaan maupun pengawasannya. Kejelasan dan ketegasan tersebut telah tertuang dalam PMK-171 Tahun 2017. (*)

Fasilitas yang Terdapat di Kawasan Berikat

Kawasan berikat juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan, penimbunan, dan pengolahan barang yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Kawasan ini cukup banyak di Indonesia. Terutama di daerah kawasan-kawasan industri yang tersebar di Indonesia. Tentunya kawasan ini bisa membantu perekonomian Indonesia juga karena memudahkan proses produksi barang maupun industri. Beberapa fasilitasnya yakni:

1. Penangguhan Bea Masuk

Penangguhan ini berlaku atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang digunakan oleh perusahaan. Bea masuk yang ditanggung termasuk PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 impor.

Selain itu, bea yang ditanggung juga termasuk barang modal atau peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan produksi, impor barang yang digunakan pengusaha, serta impor barang yang digunakan untuk diolah di PDKB.

2. Tidak dipungut PPn dan PPnB

Fasilitas ini berlaku untuk pemasukan barang kena pajak, pengiriman barang hasil produksi, pengeluaran barang dan/atau bahan, dan penyerahan kembali BKPP hasil pekerjaan subkontrak, dan peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik untuk subkontrak.

3. Pembebasan Cukai

Pembebasan cukai berlaku untuk impor barang untuk diolah dan pemasukan barang modal untuk diolah lebih lanjut.

Kawasan berikat memang cocok digunakan untuk perusahaan yang sebagian besar produksinya membutuhkan impor barang dari negara lain atau produksi perusahaan tersebut di ekspor ke negara lain. Dengan memiliki perusahaan di kawasan ini, akan memudahkan proses impor dan ekspor serta memudahkan proses pengolahan barang dan produksi barang.

Syarat Suatu Wilayah sebagai Kawasan Berikat

Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Komunikasi Bisnis

1. Melalui Keputusan Presiden

Kawasan yang mendapat izin Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) apabila mendapat persetujuan dari pemerintah dan dikukuhkan melalui Keputusan Presiden.

2. Memenuhi Persyaratan Perusahaan Tertentu

Jenis perusahaan yang dapat diberikan izin PKB adalah perusahaan-perusahaan yang berbentuk:

  • Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
  • Penanaman Modal Asing (PMA), baik sebagian atau keseluruhan sahamnya
  • Non-PMA atau PMDN dengan badan hukum Perseroan Terbatas (PT)
  • Koperasi yang memiliki badan hukum
  • Yayasan

3. Perusahaan yang Memenuhi syarat PKB

Untuk bisa mendapatkan izin PKB, suatu perusahaan harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain:

  • Ada di dalam kawasan industri.
  • Jika berada dalam daerah yang tidak memiliki kawasan industri, maka perusahaan tersebut berlokasi di kawasan yang diperlakukan sebagai kawasan industri/kawasan peruntukan industri. Penentuannya merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya).
  • Telah memiliki kawasan industri sebelum ketentuan mengenai kawasan berikat disahkan.

Dengan banyaknya fasilitas yang diberikan, tentunya juga akan memudahkan pemilik usaha untuk meningkatkan produksi dari perusahaannya. Biasanya, terdapat banyak industri termasuk banyak pabrik mengelola dan memproduksi barang.

Perpajakan Kawasan Berikat

Menghitung Pajak Bumi

Perlakuan perpajakan dalam kawasan berikat memiliki landasan hukum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 255/PMK.04/2011 yang merupakan PMK perubahan atas PMK Nomor 147/PMK.04/2011. PMK ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2015.

PPN dan PPnBM Tidak Dikenakan Pada Beberapa Aktivitas Pemasukan

  1. Barang masuk dari dalam daerah pabean ke kawasan untuk diolah.
  2. Pemasukan barang hasil produksi , yang bersifat kerja subkontrak dari kawasan lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean.
  3. Jika terdapat pemasukkan kembali mesin atau moulding, dengan sifat peminjaman dari kawasan lain atau dari perusahaan lain yang masih di dalam lingkup daerah pabean.
  4. Hasil produksi yang masuk dari kawasan lain atau perusahaan lain yang masih di dalam lingkup daerah pabean, yang menggunakan bahan baku yang berasal dari dalam daerah pabean untuk kemudian diolah dalam kawasan.
  5. Pemasukan hasil produksi dari kawasan berikat lain atau perusahaan lain yang masih di dalam lingkup daerah pabean, dengan menggunakan bahan baku dari tempat lain dalam daerah pabean, yang kemudian digabungkan dengan barang hasil produksi kawasan untuk diekspor.
  6. Pengemas dan alat bantu yang masuk dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan, yang kemudian menjadi satu dengan hasil produksi.

PPN dan PPnBM Tidak Dikenakan pada Aktivitas Pengeluaran

  1. Pengeluaran hasil produk yang menggunakan bahan baku dari tempat lain dalam daerah pabean dan dikirim ke kawasan lain.
  2. Bahan baku dan bahan penolong, moulding dan/atau mesin yang dikeluarkan, dengan sifat pekerjaan subkontrak dari suatu kawasan ke kawasan lain atau ke perusahaan industri di tempat lain di dalam daerah pabean.
  3. Pengeluaran atas batang yang rusak atau apkir, yang berasal dari tempat lain di dalam daerah pabean, yang tidak diproses di kawasan lain. PPN dan PPnBM tidak dikenakan sepanjang barang tersebut dikembalikan ke perusahaan tempat asal barang.
  4. Pengeluaran atas mesin atau moulding, yang dipinjamkan ke perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean dan kawasan lain. PPN dan PPnBM tidak dikenakan sepanjang barang hasil produksi akhirnya diserahkan ke pemberi pinjaman di kawasan asal.